Singkawang Media - Di sebuah rumah sederhana di Kelurahan Sijangkung Singkawang, terdengar suara tok.. tok.. dari mesin tenun tradisional. Suara itu berasal dari tangan-tangan terampil milik dua orang karyawan yang membantu Nurhayadi, seorang perajin tenun lokal, yang kini karyanya mulai dikenal hingga ke luar negeri.
Tenun yang diciptakan Nurhayadi tak sekadar kain, melainkan potongan budaya Kota Singkawang yang dikemas dalam motif-motif khas seperti bunga anggrek, sisik naga, hingga ragam corak etnik lainnya.
Yang membuat tenun ini istimewa adalah pemilihan bahan dan alat yang digunakan. “Kami menggunakan benang katun, bukan benang emas seperti daerah lain,” ujar Nurhayadi saat ditemui, Kamis 15 Mei 2025.
Koleksi tenun Nurhayadi dipasarkan dalam bentuk set kain tapih, selendang syal, hingga tanjak penutup kepala khas Melayu yang kini menjadi tren fashion budaya modern. Produk-produk ini kini telah menembus pasar Eropa dan Jepang.
Namun, di balik kesuksesan menembus pasar dunia, Nurhayadi masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal pasokan bahan baku. Benang katun yang digunakan harus didatangkan dari Bali dan Bandung, sehingga memerlukan biaya dan waktu tambahan dalam proses produksi.
“Setiap pesanan kami kerjakan secara khusus, dan biasanya membutuhkan waktu sekitar dua bulan sejak pemesanan,” katanya.
Dengan tenaga kerja terbatas (Hanya dua orang karyawan), usaha tenun ini dijalankan dengan penuh ketelitian dan kesabaran.
Dalam era ketika dunia bergerak cepat dan serba instan, keberhasilan tenun motif anggrek asal Singkawang ini menjadi bukti bahwa nilai tradisional, jika dikelola dengan visi dan dedikasi, tetap punya tempat istimewa di pasar global.